Bojonegoro, 6 November 2025 – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bersama DPRD Kabupaten Bojonegoro menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). FGD dihadiri oleh Pimpinan Universitas dan Kampus Kesehatan, NGO, Mahasiswa, Perusahaan, Organisasi serta Insan Pertembakauan dan Usaha. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Kesehatan yang mewajibkan setiap daerah menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok sebagai bentuk perlindungan masyarakat dari paparan asap rokok.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan doa, dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, dr. Ninik. Dalam arahannya, ia menegaskan bahwa sesuai amanat Undang-Undang Kesehatan, pemerintah wajib menjamin hak masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang sehat serta perlindungan dari risiko kesehatan. Oleh karena itu, penyusunan Raperda KTR merupakan bentuk komitmen nyata Pemkab Bojonegoro dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
“Tujuan FGD ini adalah membangun persepsi dan pemahaman bersama tentang pentingnya Kawasan Tanpa Rokok, bahaya rokok bagi kesehatan, serta meningkatkan dukungan masyarakat dan stakeholder dalam mewujudkan lingkungan hidup yang lebih sehat,” ujar dr. Ninik.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Bojonegoro, Sudiyono, menjelaskan bahwa perda KTR bertujuan mengatur dan melokalisir tempat-tempat yang diperbolehkan maupun dilarang untuk merokok, bukan melarang kegiatan merokok itu sendiri. Ia menegaskan pentingnya keseimbangan antara penerapan KTR dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di daerah. “Kami ingin perda ini mendapat dukungan semua pihak agar dapat diterapkan dengan baik, karena ini juga menjadi syarat menuju Kabupaten Sehat dan Layak Anak,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Bojonegoro, H. Abdulloh Umar, menegaskan bahwa penetapan Perda KTR merupakan hal yang mutlak, mengingat Bojonegoro menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Timur yang belum memiliki regulasi tersebut. Ia menekankan bahwa perda ini tidak dimaksudkan untuk membatasi hak masyarakat atau menekan ekonomi, namun untuk mengatur agar hak perokok dan nonperokok dapat berjalan selaras.
“Perda ini bukan untuk melarang orang merokok, tetapi untuk mengatur agar tidak menimbulkan gangguan bagi masyarakat sekitar. Prinsipnya harus kolaboratif, agar kesehatan dan ekonomi bisa tumbuh bersama,” tegasnya.
Asisten Daerah Bojonegoro, Djoko Lukito, menambahkan bahwa penyusunan perda ini bersifat wajib secara nasional. Ia menegaskan, perda ini tidak mengatur larangan merokok atau menanam tembakau, melainkan hanya mengatur tempat-tempat yang diperbolehkan untuk merokok. “KTR ini bukan melarang, hanya mengatur. Karena dampak paparan asap rokok sangat besar bagi kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Dalam forum ini, berbagai pihak turut memberikan masukan, mulai dari perwakilan dunia usaha, koperasi, organisasi masyarakat, hingga akademisi. Sebagian pihak menyampaikan kekhawatiran terkait dampak ekonomi bagi pelaku usaha tembakau, sementara sebagian lainnya mendukung penuh rencana pengesahan perda ini sebagai langkah penting dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Pemkab Bojonegoro melalui Dinas Kesehatan menegaskan bahwa penerapan KTR tidak akan berdampak pada peningkatan pengangguran maupun penurunan produksi rokok secara signifikan, karena kebijakan ini hanya mengatur lokasi, bukan aktivitas produksi.
Sebagai penutup, Pemkab Bojonegoro berharap seluruh elemen masyarakat dapat mendukung penyusunan Perda KTR ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam menciptakan lingkungan yang sehat, seimbang, dan berkeadilan antara aspek kesehatan serta kesejahteraan ekonomi masyarakat.
|
|
|
|
|
Sangat Puas
0 % |
Puas
0 % |
Cukup Puas
0 % |
Tidak Puas
0 % |